Kuala Deli Hilang, Banjir Rob Datang

Editor: MARITIMONLINE.COM

MARITIMONLINE.COM-Kota Belawan diapit oleh dua buah sungai alami yaitu Sei Belawan dan Sei Deli. Pada arah Timur Sei Deli terdapat Sungai Pegatalan yang sebenarnya adalah sebuah terusan air buatan Belanda, yang hulunya lebih dikenal dengan Parit Busuk. Seperti dikatakan Ir. Jaya Arjuna M.Sc, Minggu (24/10/21) kepada maritimonline.com.

Jaya Arjuna menjelaskan, Tempat sandar Kapal ke Jakarta dan Batam berada pada kolam Sei Belawan. Pelabuhan Belawan tempat yang saat ini jadi pelabuhan kapal untuk ke Jakarta, atau Batam berada di muara Sei Belawan. 

Pengamat Lingkungan Hidup Sumut ini juga menceritakan, Muara Sei Deli sejak dahulu dikenal sebagai Kuala Deli yang airnya tenang, tempat bermandi si anak dara. Kuala Deli airnya biru, di situ tempat ikan berenang. Dari syair lagu yang sudah dikenal sejak zaman dahulu dapat diketahui bahwa muara Sei Deli dulunya cukup dalam, sehingga airnya biru dan tenang. 

" Kuala Deli dulu berbentuk kuali atau cerukan dengan luas 350 Ha serta kedalamannya 15 Mtr. Sudah bisa dibayangkan dengan luas dan dalam pada waktu itu,  Berapa juta kubik air dapat ditampung oleh Kuala Deli," terang Jaya. 

" Dari Kuala Deli kapal layar dapat masuk hingga ke Labuhan. Tingginya tingkat sedimen telah menyebabkan kapal tidak bisa lagi masuk ke alur Sei Deli. Pendangkalan yang terjadi secara terus menerus telah menyebabkan pada muara Sei Deli terbentuk pulau (Beting) yang saat ini telah ditumbuhi kayu api-api dan tempat mencari barai atau sejenis kerang," ujar Pengamat Lingkungan Hidup yang usianya sudah mendekati 70 Tahun ini namun tetap kritis terhadap persoalan pencemaran Lingkungan.

Ditambahkan Jaya, Pendangkalan Kuala Deli  dan alur Sei Demi akibat kegiatan domestik dan pembuatan tanggul kiri-kanan Sei Deli mulai dari Gelugur hingga ke Jalan Tol awal tahun1987,  menyebabkan Sei Deli makin dangkal. Pendangkalan sungai menyebabkan daya tampung volume sungai berkurang, sehingga air yang datang dari laut akan meluap ke daratan yang disebut dengan Banjir Rob. Masyarakat mulai dirundung derita ROB sejak tahun 2000an. 

"Selama sepuluh tahun terakhir, air yang menggenang di Bagan Deli dan Kampung Kurnia sudah bertambah tinggi dan bertambah luas. Pada tahun 2012 telah dilakukan pengamatan terhadap pendangkalan muara Sei Deli. Hasil pengamatan di muara Sei Deli yang dilakukan pada saat air surut menunjukkan makin meluasnya beting Barai hingga menutup sekitar 85%  dari luas Kuala Deli. Tinggi air di Kuala Deli yang jadi muara Sei Deli itu hanya selutut," ucap mantan Dosen USU tersebut.

" Kurangnya perhatian pemerintah Kota Medan untuk menangani banjir Rob, mengakibatkan makin banyak air yang naik ke darat. Banjir Rob juga disebabkan reklamasi di muara Sei Deli oleh beberapa industri besar yang menutup paluh paluh. Tahun 2021 Banjir Rob sudah makin menjadi. Masyarakat mulai menghujat Pemerintah Kota Medan," jelasnya  

" Terdengar berita bahwa Pemko Medan berkolaborasi dengan BadanWilayah Sungai (BWS) akan membangun tanggul dengan biaya Enam Triliyun. Selain berbiaya sanggat besar, bagaimana bila banjir Rob terjadi bersamaaan dengan curah hujan tinggi di daerah aliran sungai (DAS)  Deli. Tanggul sebagai penghalang hantaman ombak juga akan menahan air dari daerah hulu, terutama dari Kota Medan. Air akan menggenang hingga lebih luas di daerah Belawan hingga ke pedalaman," terang Aktivis Lingkungan ini. 

 Menutup cerita tentang kajiannya,  Jaya Arjuna mengungkapkan kekhawatirannya jika Air dari DAS Deli tak bisa turun ke laut, Tentu derita akan bertambah dalam bila pompa tak bekerja akibat terputusnya arus listrik. Daripada membangun tanggul, mengapa tidak dilakukan pengerukan muara Sei Deli yang disebut dengan Kuala Deli. Volumenya memang cukup besar, sekitar 15 juta meter kubik. Dengan peralatan dan teknologi, paling lama dua tahun pengerukan ini akan selesai. Semoga jadi pertimbangan.

(MO/DIAN)


Share:
Komentar

Berita Terkini