Perlu Keputusan Presiden (Kepres), Mengurai Masalah Banjir di Medan

Editor: MARITIMONLINE.COM

MARITIMONLINE.COM-Komitmen dan janji memang perlu untuk menangani banjir Medan. Janji sudah berulang diucapkan pemimpin Kota Medan tanpa mampu menunaikannnya. Bahkan ada yang dari awal sudah menyerah karena tak mampu mengatasi, tapi masih mau menempatkan diri sebagai pemimpin. Bahkan melontarkan janji untuk mengatasi banjir dengan cara yang sangat tidak tepat dan masuk akal. Seperti disampaikan pakar Lingkungan Hidup Ir.Jaya Arjuna M.Sc kepada redaksi maritimonline.com, Selasa (02/11/21).

Jaya Arjuna mengatakan, Banjir Medan bukan masalah hidrologis, karena Belanda sudah mermbangun Medan lengkap dengan rancangan penanganan banjir. Secara teknis juga tidak, karena semua peralatan yang diperlukan saat ini tersedia di pasar. Kita hanya perlu memilih peralatan yang tepat untuk pekerjaan yang perlu ditangani.

" Masalah utama banjir Medan adalah masalah kesemrawutan administrasi dan perundang-undangan. Peraturan dikeluarkan tanpa membaca sejarah. Tanpa dilengkapi data teknis, sehingga terlihat asal buat yang disesuaikan dengan keinginan pencipta pekerjaan. Bukan untuk menyelesaikan masalah. Pada kondisi ini, suatu institusi  mengklaim pekerjaan penanganan banjir, padahal di luar tugas pokok dan fungsinya. Akibatnya secara administrasi terjadi salah alokasi anggaran," ucapnya.

"Ada berbagai pihak yang terkait langsung  bila dilakukan penanganan banjir Medan. Pada daerah hulu ada Kabupaten Karo yang jadi penentu utama kasus banjir sungai. Daerah Wilayah Kabupaten Karo merupakan sumber air untuk Sei Deli. Kabupaten Karo diharapkan dapat membantu Pemerintah Kota Medan untuk mengelola kawasan hutan dan juga mata air sebagai sumber air PDAM Tirtanadi. Kerusakan hutan dan lantai hutan dalam Wilayah Kabupaten Karo sangat terkait dengan kontrol terhadap curah hujan di daerah Kabupaten Karo," jelas Jaya. 

" Kabupaten Deli Serdang sangat menentukan sehingga harus ada kolaborasi antara Medan dan Deli Serdang dalam penanganan banjir. Dalam wilayah Deli Serdang ada kawasan Cagar Alam yang ditetapkan Belanda sebagai penyangga pasokan air PDAM Tirtanadi dan juga menentukan terhadap volume air yang masuk Sei Deli. Kini kawasan hutannya rusak parah akibat alih fungsi jadi lahan pertanian dan pemukiman," sesalnya.

Jaya Arjuna menambahkan juga, Di Muara Sei Deli, sebagian badan air masuk wilayah Deli Serdang dan sisi yang lain masuk dalam wilayah Medan. Selain kekuasaan  dua Daerah Kabupaten tersebut terdapat institusi lain yang cukup menentukan apakah Medan sebagai daerah bebas banjir bisa diwujudkan atau tetap jadi derita tak akhir. Awal tahun 2000an banjir bukan hanya menyangkut sungai dan wilayah pemukinan kota, masyarakat Belawan juga sudah mengenal Banjir ROB. Luar biasa percepatannya. Kalau awalnya hanya sekali sebulan, sekarang menurut pengakuan masyarakat sudah dua kali seminggu. 


Badan Wilayah Sungai Sumatera II, Pertamina, PUPR, HNSI, BKSDA, Polair,  KKP, KLHK dan berbagai institusi lain termasuk elemen yang harus diperhitungkan dan diajak rembuk dalam penanganan banjir Medan. Seluruh Institusi tesebut harus didudukkan sesuai tupoksinya. Mereka harus tahu tupoksi mereka dalam sejarah keberadaan kelestarian dan kesejahreraan Kota Medan yang diidamkan sebagai Parijs van Sumatera," ujar pensiunan Dosen USU itu.

" Menyatukan keseluruh Instansi terkait itu bukan hal mudah. Berbagai usaha sudah dilakukan untuk mensinergikan mereka, ternyata tak berhasil. Sejarah upaya penanganan banjir Medan dari satu kepemimpinan dan kepemimpinan yang lain, masalah kewenangan masing masing institusi ini belum terakomodir dengan baik. Derita masyarakat tak berkurang, penurunan kualitas lingkungan juga makin menjadi. Janji demi janji yang diucapkan pemimpin ternyata hanya jadi pemanis mimpi," kata tokoh Lingkungan Hidup ini.

" Saatnya kini Medan berbenah diri dan mewujudkan impian Medan Bebas Banjir. Kita perlu aturan yang lebih efektif. Penanganan banjir Medan harus dilakukan melalui Kepres. Dasar pemikirannya adalah luasnya wilayah penyebab dan dampak banjir. Banyaknya institusi yang terlibat. Adanya berbagai aturan yang saling tumpang tindih dan bahkan saling menghempang. Salah satu kesalahan antara lain adalah tidak tepatrnya alokasi anggaran dan pekerjaan Badan Wilayah SUNGAI  bukan menangani sungai, melainkan kanal yang harusnya ditangani Pemerintah Kota Medan. Kita tunggu kemampuan Walikota  menjemput Kepres penanganan banjir Medan," ungkapnya.  

(MO/DIAN)




Share:
Komentar

Berita Terkini