Dianggap Sulitkan Nelayan, DPC HNSI Kota Tanjung Balai, Penkapin dan Nahkoda Temui Kadis DKP Sumut

Editor: MARITIMONLINE.COM


MARITIMONLINE.COM-MEDAN- Rencana Pemerintah memberlakukan PNBP Pasca Produksi lewat PP No. 85 Tahun 2021 sebesar 5-10% bagi kapal penangkap ikan sesuai besar ukuran GT, Dinilai membuat kehidupan nelayan semakin sulit. Berbagai respon penolakan terjadi di semua daerah. Termasuk Sumatera Utara turut menolak kebijakan itu. Kota Tanjung Balai sebagai salah satu daerah Perikanan di Sumut turut menolak rencana penerapan kebijakan tersebut.

Bentuk penolakan itu, DPC HNSI Kota Tanjung Balai, Persatuan Nahkoda Penangkap Ikan (Penkapin) dan perwakilan Nahkoda kunjungi Dinas Kelautan Perikanan (DKP) Sumut, Selasa (24/01/2023) di Jln. Sei Batu Gingging.


Kunjungan rombongan nelayan sebanyak 27 orang diterima langsung oleh Kadis DKP Sumut, Aspan Sofian, Kabid Perikanan Sumut, Yuliani Siregar, UPT Perikanan, Budi dan Staf UPT Reza.


Pertemuan dalam rangka menyampaikan keluhan-keluhan nelayan terkait rencana pemberlakuan PNBP Pasca Produksi kepada kadis DKP Sumut bertujuan agar keluhan dapat disampaikan DKP Sumut ke Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) agar dilakukan peninjauan kembali (Revisi).




Paet Munthe selaku Sekretaris DPC HNSI Kota Tanjung Balai mengatakan, Kalau PNBP Pasca Produksi diberlakukan sebesar 5% bagi kapal 30-60 GT dan 10% untuk kapal 60 GT ke atas dinilai akan membuat nelayan semakin terjepit dan sulit. Kita minta pemerintah untuk menurunkannya menjadi 3-5% saja agar beban nelayan semakin kecil. Serta tetap diizinkan pendaratan ikan di Tanjung Balai.

"Belum lagi ada wacana pendaratan ikan berada di Kepri tidak di Tanjung Balai, Kebijakan itu sangat tidak masuk akal serta akan menimbulkan persoalan besar bagi masyarakat Sumatera Utara dan Tanjung Balai khususnya," Jelas Paet Munthe.


Senada dengan Paet Munthe, Perwakilan Nahkoda, H. Jamaludin memaparkan, Selama ini pengeluaran kapal ikan untuk melaut menjadi tanggungan Nahkoda dan ABK yang nantinya akan dipotongkan dari hasil tangkapan ikan yang diperoleh. Itu pun penghasilan nelayan jauh dari kata sejahtera.



"Kalaulah PNBP Pasca Produksi itu tetap diberlakukan tanpa direvisi sesuai kemampuan kami para nelayan, Sudah dipastikan nelayan semakin susah. Tentunya pemilik kapal akan membebankan pengeluaran untuk PNBP itu kepada nelayan juga. Bayangkan apa yang akan terjadi kepada nasib kami," Beber Nahkoda asal Tanjung Balai itu.

Ditambahkan H. Jamaludin, Saat ini wilayah tangkap kami di WPP 711 semakin di perkecil dan dibatasi. Sebelumnya wilayah WPP 711 tidak ada pembatasan bagi kami nelayan dalam mencari ikan. Semakin bingung sebenarnya apa keinginan Danyang dipikirkan oleh pemerintah dalam pembatasan area tangkap kami di WPP 711 itu.


"Sedangkan di laut banyak kapal ikan asing yang mengambil kekayaan laut kita tanpa bisa tertibkan oleh aparat keamanan laut kita. Sementara nelayan sendiri dibatasi areanya. Apa lagi kalau Penangkapan Ikan Terukur (PIK) di berlakukan, Nelayan sendiri di batasi sementara kapal ikan asing dengan bebas mengeruk kekayaan laut kita tanpa bisa di tertibkan seperti di jaman Susi Pujiastuti sebagai menteri KKP," Keluh H.Jamaludin.


Fahmi Sibarani, Sekretaris Penkapin Tanjung Balai dengan lantang meyebutkan, Rindu sosok menteri yang tegas seperti Susi Pujiastuti yang mampu menjaga kekayaan laut Indonesia dengan tidak memberi ruang bagi kapal asing mengambil kekayaan laut Indonesia. Serta menyayangkan lemahnya pengawasan aparat hukum kita terhadap bebasnya kapal asing masuk perairan Indonesia.


"Apa bila pemerintah tidak merespon keinginan kami para nelayan, Kami akan turun melakukan aksi sampai keluhan kami di dengarkan," Pungkas pria yang telah pensiun sebagai Nahkoda ini.



Dian Wahyudi pengurus DPD HNSI Sumut yang ikut mendampingi rombongan dari Tanjung Balai turut mengusulkan agar pemerintah juga memperhatikan kesejahteraan nelayan dan jaminan keselamatan bagi nelayan. Pemerintah harus menjalankan UU No. 16 Tahun 1964 tentang bagi hasil untuk dipatuhi para pemilik kapal. Perjelas nasib nelayan lewat Perjanjian Kerja Laut (PKL).

Aspan Sofian mencatat semua keluhan rombongan nelayan asal Tanjung Balai dan akan meneruskannya ke KKP. Acara diakhiri dengan foto bersama.


(MO/DIAN)

Share:
Komentar

Berita Terkini