Amanat UU No. 5 Tahun 2017 Belum Dilaksanakan, Bukti Kebudayaan Sumut Terabaikan

Editor: MARITIMONLINE.COM


MARITIMONLINE.COM-SUMUT- Pemberdayaan masyarakat dalam konteks pemajuan kebudayaan daerah adalah suatu upaya bersifat parsitipatif guna menumbuhkan Pengetahuan, Kesadaran, Kemauan, Kemampuan, Kepedulian dan Kebersamaan segenap lapisan masyarakat untuk membangun kemandirian, kesejahteraan dan penghidupan berkelanjutan yang bersinergi dengan berbagai sumber potensi daerah yang senantiasa berlandaskan pada nilai-nilai kearifan lokal dan keanekaragaman budaya yang ada di daerah. Dukungan Pemerintah Daerah Sumut belum terlihat dalam hal ini.

Menyikapi hal itu, Masyarakat Budaya Sumut melakukan kunjungan ke Kantor Dinas Pariwisata, Kebudayaan dan Ekonomi Kreatif Sumatera Utara, Kamis, (11/05/2023) untuk berdiskusi bagaimana agar pembentukan Majelis Kebudayaan Sumut (MKSU) bisa terealisasi secepatnya. 


"Kedatangan kami merupakan kelanjutan dari pertemuan para pekerja budaya pada Kamis 10 Mei 2023 di Deliserdang. Di situ kami sepakat menyatukan persepsi tentang MKSU, " kata Aan Nasution saat diterima Kabid Kebudayaan Disparbudkraf Sumut, Silvia Rosita Armayanti Lubis. 



Dari pertemuan itu lahir Agenda untuk diusung pada audensi dengan Dinas Disparbudkraf Sumut Antara lain: 1.Pembentukan Majelis/Dewan Kebudayaan Sumatera Utara. 2.Pemilihan pengurus secara Musyawarah dan transparan. 3.Tempat/Waktu untuk pelaksanaan musyawarah memilihan dan 4. Sayembara Logo MKSU.


Kabid Kebudayaan Disparbudkraf Sumut mengatakan sangat merespon keinginan para budayawan untuk membentuk MKSU sesuai amanat Undang-undang no 5 tahun 2017 tentang kemajuan Kebudayaan. 


"Kami senang dan bahagia atas kunjungan para budayawan yang luar biasa, karena ada ikut seperti Tengku Mirna Sinar, Tengku Rio, dua tokoh budaya yang tentunya membuat kredibilitas pertemuan ini tidak diragukan lagi, " ujar Kabid. 


Namun lanjut  Kabid Silvia pada pertemuan itu, Kadis Disparbudkraf Sumut Zumri Sulthony tidak bisa menghadiri audensi para budayawan Sumut yang datang dari berbagai strata sosial tersebut. Dari Seniman hingga para akadimisi, sastrawan, antropolog, arsitektur, sejarawan dan sehingga pertemuan belum bisa diambil keputusan. 



"Saya sangat menghargai pertemuan ini dan nanti akan saya laporkan kepada Pak Kadis. Sebab banyak yang harus disikapi terkait hal ini meskipun memang pembentukan MKSU telah diamanatkan oleh Undang-undang. Tetapi kami paham bahwa MKSU harus segera kita bentuk, " ujarnya. 


Sebelumnya Tengku Rio, seorang budayawan dan juga Seniman musik mengaku hadir dalam Kongres Kebudayaan tahun 2018 dan ikut menyumbangkan pikiran-pikiran dalam Kongres tersebut, meminta agar Disparbudkraf Sumut segera membentuk MKSU karena ini merupakan keharusan, bahwa setiap daerah harus memiliki Majelis Kebudayaannya sendiri untuk kemajuan Kebudayaan. 


Hal senada juga dikatakan Tengku Mira Sinar bahwa pembentukan MKSU sudah seharusnya diwujudkan mengingat peran Kebudayaan yang begitu penting dalam pembangunan karakter bangsa yang sudah mulai tergerus. 


"Saya sepakat bahwa MKSU harus segera di Bentuk di Sumut mengingat beberapa Pemkab sudah memulainya. Ini jadi terlihat timpang jika Sumut sebagai induknya justru belum punya Majelis Kebudayaan, " sebutnya. 



Menjawab keinginan para budayawan Kabid Disparbudkraf Sumut mengatakan bahwa keinginan membentuk MKSU ini harus melibatkan tokoh-tokoh budaya dari daerah tingkat dua. 


Beberapa tokoh budaya dari akademisi mengatakan kebudayaan bangsa Indonesia umumnya, khususnya di Sumut semakin hari semakin tak jelas. Kebudayaan tidak tumbuh sebagaimana lazimnya. 


DR Rosramadhana Nasution mengatakan persoalan kebudayaan merupakan persoalan yang holistic di Sumut mengingat perkembangan teknologi seperti gadget mendominasi di kalangan remaja. Sehingga banyak permainan tradisional yang tidak diketahui oleh generasi saat ini. 


"Sumut sangat jauh ketinggalan dari daerah lain seperti Jawa Barat. Mereka saat ini sudah mendokumentasikan dua ratus lebih permainan tradisional. Sedangkan Sumut baru delapan. Dari segi pengetahuan kebudayaan malah sangat miris. Kajian kami mendapatkan kenyataan masyarakat tidak paham terhadap kebudayaannya sendiri," terang antropolog Rosramadhana. 


Oleh karenanya antropolog Rosramadhana meminta kepada Dinas Disparbudkraf Sumut untuk membentuk MKSU karena itu merupakan amanat undang-undang yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. 


Senada juga dikatakan sejarawan Unimed, Raden Burhan, kebudayaan di Sumut mengalami  distorsi. Dimana budaya kearifan lokal semakin kabur, kehilangan jati diri dan ciri budaya daerah yang tak lagi jelas keberadaannya. 


"Lihat budaya Melayu yang kian hari kian tercerabut dari tanahnya sendiri. Seharusnya Kota Medan ini identik dengan Deli. Yang mana Deli itu sendiri adalah Melayu. Oleh karena itu kedudukan majelis kebudayaan menjadi sangat strategis untuk menjadi filterisasi kebudayaan kita di Sumut ini, " tandasnya.


Pembentukan MKSU harus sesuai dengan mekanisme dan aturan yaitu lewat pemilihan yang dihadiri para pelaku Seni dan Kebudayaan yang ada di Sumut ini. Pemerintah Daerah Sumut jangan menunjuk seseorang karena kedekatan semata. Agar tercipta pengurus MKSU yang berkualitas untuk memajukan Seni Budaya di Sumut kedepannya.


(RED)



Share:
Komentar

Berita Terkini